BAB
I
PENDAHULUAN
Pencernaan
adalah proses perubahan berbagai senyawa kompleks (misalnya polisakarida,
protein, lemak) menjadi senyawa yang lebih sederhana (sari-sari makanan)
sehingga mudah dicerna dan diserap oleh dinding usus dan kemudian diedarkan ke
seluruh tubuh. Pencernaan didalam tubuh ini dilakukan atau dibantu oleh
enzim-enzim, diantaranya enzim ptialin (karbohidrat), pepsin (protein), dan
lain-lain. Selain enzim, terdapat juga pelarut lemak seperti eter, kloroform,
alkohol panas dan aseton panas.
Tujuan
Praktikum Biokimia Dasar ini adalah untuk mengetahui pencernaan amilum oleh
amilase saliva dan ekstrak pankreas, pencernaan protein oleh pepsin dan ekstrak
pankreas, pencernaan lemak oleh ekstrak pankreas dan kandungan asam total dari
susu, yoghurt, tape dan
ubi. Manfaat
dari Praktikum Biokimia Dasar ini adalah mengetahui proses pencernaan amilum
oleh amilase saliva dan ekstrak pankreas, pencernaan protein oleh pepsin dan
ekstrak pankreas, pencernaan lemak oleh ekstrak pankreas dan mengetahui kandungan
asam total yang terkandung dalam susu, yoghurt, tape dan ubi rebus dengan jalan mentitrasi
dengan larutan basa NaOH.
BAB
II
MATERI
DAN METODE
Praktikum Biokimia
Dasar dengan materi pencernaan
karbohidrat, pencernaan protein, pencernaan lemak
serta asam total dilaksanakan pada hari
Sabtu tanggal 20 April 2013 pukul 07.00 – 10.00 WIB di Laboratorium Fisiologi
dan Biokimia, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang.
2.1. Materi
Praktikum
pencernaan karbohidrat menggunakan
beberapa alat sebagai berikut tabung reaksi yang berguna sebagai
tempat untuk meletakan larutan yang akan diamati, rak tabung raeaksi
yang berguna untuk tempat meletakan tabung reaksi, gelas ukur berguna untuk
mengukur larutan yang akan digunakan, gelas beker berguna sebagai tempat
larutan-larutan, palet yang berguna sebagai tempat pencampuran larutan, lampu
bunsen berguna untuk memanaskan atau mendidihkan larutan, penjepit berguna
untuk menjepit tabung reaksi ketika di didihkan, pipet tetes berguna untuk
mengambil larutan, corong yang berguna untuk meletakan kapas, kapas berguna
untuk menyaring saliva, dan inkubator berguna untuk memanaskan larutan dalam
tabung reaksi. Pada praktikum
juga menggunakan bahan-bahan yaitu larutan amilum 1 % yang telah di
masak, larutan lugol, larutan HCL 0,1 N, larutan NaOH, larutan NaCL 0,1 %,
saliva dan ekstrak pankreas.
Praktikum pencernaan protein menggunakan beberapa alat
sebagai berikut pipet tetes untuk mengambil larutan,
tabung reaksi untuk
mereaksikan pereaksi dengan larutan, rak tabung untuk meletakkan tabung reaksi,
bunsen untuk sumber panas, penjepit untuk meletakkan tabung reaksi ketika
dipanaskan diatas bunsen, pisau untuk memotong potongan telur, dan inkubator
untuk menghangatkan larutan yang akan di uji. Pada praktikum ini juga menggunakan bahan-bahan
seperti potongan gumpalan putih telur,
aquades, larutan pepsin, larutan ekstrak pankreas, larutan HCL 0,1 N, dan
larutan NaOH 0,1 N.
Praktikum mengenai Pencernaan Lemak ini, menggunakan
beberapa alat sebagai berikut
tabung reaksi yang berfungsi sebagai tempat larutan yang akan diuji, gelas ukur
yang berfungsi sebagai tempat untuk mengukur cairan yang akan diuji, pipet
tetes yang berfungsi untuk mengambil larutan dalam jumlah yang sedikit, rak
tabung yang berfungsi untuk menyimpan tabung reaksi dan inkubator yang
berfungsi menghangatkan larutan yang akan diuji. Praktikan
juga menggunakan beberapa bahan, yaitu minyak goreng, aquades, larutan ekstrak
pankreas, cairan empedu, larutan fenolptalein (PP 1%) dan larutan NaOH 0,1 N.
Praktikum uji kadar asam total menggunakan beberapa alat yaitu antara lain gelas erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,
pipet, pengaduk magnetic, buret dan statif. Dan menggunakan bahan-bahan antara
lain susu segar dan yogurt, ubi kayu dan tape ubi kayu, larutan fenoftalein
(PP) 1% dan larutan NaOH 0,1N.
2.2. Metode
2.2.1. Pencernaan
Karbohidrat
2.2.1.1.Pengumpulan Saliva, metode pengumpulan saliva yaitu dengan
berkumur dengan air bersih untuk membersihkan mulut dari kotoran dan membuang
air kumur tersebut, mengambil 20 ml NaCL
0,1%,
kemudian berkumur paling sedikit selama satu menit, dan menampung air kumuran
tersebut pada gelas beker, kemudian menyaringnya menggunakan kapas pada corong
untuk menghilangkan sel-sel epitel rongga mulut dan kotoran-kotoran lainnya.
2.2.1.2.Percobaan Saliva, metode percobaan saliva yaitu dengan cara
menyiapkan 4 tabung reaksi yang telah
diberi nomer atau tanda, kemudian mengisi tabung reaksi yang pertama dengan 15
tetes saliva dan 15 tetes larutan amilum 1 % masak, mengisi tabung reaksi yang kedua dengan 15 tetes saliva dan
mendidihkannya dalam lampu bunsen kemudian setelah dingin menambahkan 15 tetes
larutan amilum masak 1%, dan mengisi tabung reaksi yang ketiga dengan 15 tetes
saliva dan 5 tetes HCL 0,1 N dan menambahkan 15 tetes larutan amilum 1 % masak,
kemudian mengisi tabung reaksi yang ke empat dengan 15 tetes larutan amilum 1 %
masak, kemudian memasukkan ke empat tabung reaksi tersebut kedalam inkubator
yang bersuhu 37o C, dan setiap 15 menit mengambil 2 tetes larutan
tersebut pada masing-masing tabung reaksi dan meletakannya pada palet kemudian
melakukan uji lod menggunakan larutan lugol 2 tetes hingga 15 menit keempat,
kemudian mengamati dan mencatat perubahan warnanya.
2.2.1.3.Pencernaan amilum masak
oleh ekstrak pankreas,
metode
Pencernaan amilum masak oleh ekstrak pankreas yaitu dengan cara menyiapkan 3
tabung reaksi yang telah diberi nomer atau tanda, kemudian mengisi tabung
reaksi yang pertama dengan 1 ml pankrezim dan 15 tetes larutan amilum 1 %
masak, mengisi tabung reaksi yang kedua
dengan 1ml pankrezim dan 5 tetes HCL 0,1 N dan menambahkan 15 tetes larutan
amilum masak 1%, dan mengisi tabung reaksi yang ketiga dengan 1 ml pankrezim
dan 5 tetes NaOH 0,1 N dan menambahkan 15 tetes larutan amilum 1 % masak,
kemudian memasukkan ketiga tabung reaksi tersebut kedalam inkubator yang
bersuhu 370C, dan setiap 15 menit mengambil 2 tetes larutan tersebut
pada masing-masing tabung reaksi dan meletakannya pada palet kemudian melakukan
uji lod menggunakan larutan lugol 2 tetes hingga 15 menit keempat, kemudian
mengamati dan mencatat perubahan warnanya. Metode
pencernaan amilum masak oleh asam yaitu dengan cara menyiapkan 2 tabung reaksi
yang telah diberi nomer atau tanda, kemudian mengisi tabung reaksi yang pertama
dengan 1 ml HCL 0,1 N
dan 15 tetes larutan amilum 1% masak, kemudian memasukkannya kedalam inkubator
yang bersuhu 370 C dan mengisi tabung reaksi yang kedua dengan 1ml larutan HCL 0,1 N dan menambahkan 15 tetes larutan amilum
1% masak, dan mengikuti hidrolisis masing-masing tabung tersebut dengan uji iod
setiap 15 menit hingga 15 menit keempat, kemudian mencatat perubahan warnanya.
2.2.2. Pencernaan
Protein
2.2.2.1.Pencernaan
protein oleh pepsin, metode pencernaan protein oleh pepsin adalah mengambil 3
tabung reaksi, dan memberi nomor dan diisi dengan tabung 1 (1 ml (5 tetes)
larutan pepsin + 1 ml larutan HCl 0,1 N) + potongan gumpalan putih telur,
tabung 2 (1 ml larutan pepsin + 1 ml air) + potongan gumpalan putih telur, dan
tabung 3 mengisi dengan 1 ml larutan
pepsin yang telah dididihkan, mendinginkannya dan mengisi dengan 1 ml larutan
HCl 0,1 N dan memasukkan potongan gumpalan putih telur kedalam tabung reaksi.
Kemudian memasukkan ketiga tabung reaksi tersebut kedalam inkubator yang
bersuhu 37ºC. Mengamati setiap 30 menit dengan cermat perubahan yang terjadi.
Pencernaan protein putih telur terlihat dengan hancurnya potongan putih telur.
Mengamati sampai 30 menit kedua.
2.2.2.2.Pencernaan
protein oleh pankreas, metodenya adalah mengambil 3 tabung reaksi dan memberi nomor
pada masing-masing tabung. Tabung 4 (2 ml larutan ekstrak pankreas + 1 ml
larutan HCl 0,1 N) + potongan gumpalan putih telur, tabung 5 (2ml larutan
ekstrak pankreas + 1 ml larutan NaOH 0,1 N) + potongan gumpalan putih telur dan
tabung 6 diisi dengan 2 ml larutan ekstrak pankreas yang telah dididihkan,
setelah mendinginkannya tabung reaksi tersebut diisi dengan 1 ml NaOH 0,1 N dan
potongan gumpalan putih telur. Kemudian memasukkan tabung reaksi tersebut
kedalam inkubator yang bersuhu 37ºC. Mengamati dengan cermat perubahan yang
terjadi selama 2 kali 30 menit.
2.2.3. Pencernaan Lemak, metode praktikum pencernaan lemak yaitu mengambil 3 buah
tabung reaksi. Menandai masing-masing tabung dengan menggunakan label.
Menambahkan 10 tetes minyak goreng dan 5 tetes ekstrak pankreas pada tabung
pertama. Menambahkan 10 tetes minyak goreng, 5 tetes ekstrak pankreas dan 2
tetes cairan empedu pada tabung kedua. Menambahkan 10 tetes minyak goreng dan 5
tetes air pada tabung ketiga. Kemudian, memasukkan ketiga tabung tersebut yang
telah berada pada rak tabung kedalam inkubator yang bersuhu 37ºC selama 60
menit. Setelah 60 menit, mengeluarkan ketiga tabung tersebut dari inkubator dan
memberi 5 tetes fenolptalein (PP 1%). Setelah itu, memberi larutan NaOH 0,1 N
dengan menggunakan pipet tetes sampai terjadi perubahan warna menjadi merah
muda.
2.2.4. Kadar Asam
Total
2.2.4.1.Penentuan
kadar asam laktat susu, metode kadar asam laktat susu yaitu memasukkan sampel 10 ml susu kedalam gelas erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes larutan fenolftalein (PP) 1%. Setelah itu
dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai dengan titik titrasi berubah
warna menjadi merah muda. Titrasi dilakukan sampai dengan dua kali (diplo) yang
kemudian volume NaOH yang tercatat di rata-rata.
Setelah di
rata-rata kadar asam total pada susu dihitung dengan rumus:
Keterangan :
L : Kadar asam laktat
V1 : Volume larutan NaOH (ml)
N : Normalitas NaOH
B : Bobot molekul asam laktat (90)
V2 : Volume susu yang dititrasi (ml)
2.2.4.2.Penentuan kadar total pada yogurt, memasukkan sampel 25 ml yogurt kedalam labu ukur 250
ml, kemudian dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 250 ml yang dilakukan
secara bertahap sembari di kocok pelan hingga tanda tera. Lalu masukkan 10 ml
filtrat ke dalam gelas erlenmeyer yang kemudian ditambahkan 3 tetes larutan
fenolftalein (PP) 1%. Setelah itu mentitrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai dengan titik
titrasi berubah warna menjadi merah muda. Titrasi dilakukan sampai dengan dua
kali (diplo) yang kemudian volume NaOH yang tercatat di rata-rata. Setelah di
rata-rata kadar asam total pada yogurt dihitung dengan rumus:
Keterangan:
L : Kadar asam laktat
V1 : Volume larutan NaOH (ml)
N : Normalitas NaOH
B : Bobot molekul asam laktat (90)
V2 : Volume yogurt yang dititrasi (ml)
P : Faktor penganceran (250/10=25)
2.2.4.3.Penentuan kadar asam asetat pada ubi kayu, menimbang sampel seberat 25 g dan memasukkan sampel
kedalam labu ukur 250 ml, kemudian dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur
250 ml yang dilakukan secara bertahap sembari di kocok pelan hingga tanda tera
dan homogenkan dengan pengaduk magnetik. Lalu masukkan 10 ml filtrate ke dalam
gelas erlenmeyer yang kemudian ditambahkan 3 tetes larutan fenolftalein (PP)
1%. Setelah itu dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai dengan titik
titrasi berubah warna menjadi merah muda. Titrasi dilakukan sampai dengan dua kali
(diplo) yang kemudian volume NaOH yang tercatat di rata-rata.
Setelah di
rata-rata kadar asam total pada ubi kayu dihitung dengan rumus:
Keterangan:
A : Kadar asam asetat
V : Volume larutan NaOH (ml)
N : Normalitas NaOH
P : Faktor penganceran (250/25=10)
B : Bobot molekul asam asetat (60)
G : Berat tape (g)
2.2.4.4. Penentuan kadar asam asetat pada tape ubi kayu, menimbang sampel seberat 25 g dan memasukkan sampel
kedalam labu ukur 250 ml, kemudian dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur
250 ml yang dilakukan secara bertahap sembari di kocok pelan hingga tanda tera
dan homogenkan dengan pengaduk magnetik. Lalu masukkan 10 ml filtrate ke dalam
gelas erlenmeyer yang kemudian ditambahkan 3 tetes larutan fenolftalein (PP)
1%. Setelah itu dilakukan titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai dengan titik
titrasi berubah warna menjadi merah muda. Titrasi dilakukan sampai dengan dua
kali (diplo) yang kemudian volume NaOH yang tercatat di rata-rata.
Setelah di rata-rata kadar asam
total pada tape ubi kayu dihitung dengan rumus:
Keterangan :
A : Kadar asam asetat
V : Volume larutan NaOH (ml)
N : Normalitas NaOH
P : Faktor penganceran (250/25=10)
B : Bobot molekul asam asetat (60)
G : Berat tape (g)
BAB
III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pencernaan
Karbohidrat
3.1.1. Percobaan
Saliva
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan pada praktikum percobaan saliva, diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pencernaan Amilum Masak oleh Saliva
Tabung
|
Waktu (menit)
|
Ket
(+/-)
|
||
15
|
30
|
45
|
||
I
|
Kuning
|
Kuning
kecoklatan
|
Kuning
|
(+)
|
II
|
Hitam
|
Biru Kehijauan
|
Biru Kehitaman
|
(-)
|
III
|
Kuning kehitaman
|
Kuning
kehitaman
|
Coklat Kehitaman
|
(-)
|
IV
|
Biru kehitaman
|
kuning Kebiruan
|
Biru Kehitaman
|
(-)
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013.
Berdasarkan hasil
pengamatan praktikum percobaan saliva, dapat dibuktikan bahwa pada tabung
reaksi pertama positif mengandung karbohidrat, karena larutan saliva setelah
dicampur dengan amilum berubah warna menjadi kuning, hal ini karena pada saliva
terdapat enzim ptialin dan enzim tersebut bereaksi dengan amilum yang berupa
pati atau polisakarida, Hal ini sesuai
dengan pendapat Suhardjo dan Kusharto (1992) yang menyatakan bahwa di dalam
mulut, makanan bercampur dengan amilase yang akan mengubah pati (amilum)
menjadi dekstrin. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa amilase pada saliva bekerja memutuskan sejumlah ikatan
α ( 1 4
) glikosida pati dan glikogen sehingga dihasilkan campuran senyawa
maltosa, glukosa dan oligosakarida, sedangkan pada tabung kedua berubah menjadi
biru kehitaman, hal ini membuktikan bahwa larutan tersebut tidak terjadi
pencernaan karbohidrat, karena larutan saliva yang didihkan akan mengalami
rusaknya senyawa enzim, karena pada dasarnya enzim adalah senyawa biomolekular kompleks yang salah satu komponennya
adalah protein yang akan mengalami perubahan struktur dan fungsinya jika diberi perlakuan pemanasan (denaturasi).
pada tabung ketiga warna larutan akhir menjadi biru kehitaman, hal ini
menandakan bahwa tidak terdeteksi adanya karbohidrat karena saliva bereaksi
dengan senyawa asam yaitu HCL 0,1 N sehingga terjadi kerusakan susunan senyawa
pada saliva atau terjadi denaturasi karena pH untuk enzim tidak boleh terlalu
asam maupun basa karena akan menyebabkan kecepatan reaksi, hal ini sesuai
dengan pendapat Williamson
& Fieser (1992) yang menyatakan bahwa Sebenarnya enzim juga memiliki pH
optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4,5–8, dan pada kisaran pH tersebut
enzim mempunyai kestabilan yang tinggi. Sedangkan pada tabung keempat tidak
terjadi reaksi karena tidak dicampur dengan
saliva maupun senyawa lainnya.
3.1.2.
Pencernaan Amilum Masak oleh Ekstrak Pankreas
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan pada praktikum pencernaan amilum masak oleh
ekstrak pankreas diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Pencernaan Amilum
Masak
oleh Ekstrak Pankreas
Tabung
|
Waktu (menit)
|
Ket
(+/-)
|
||
15
|
30
|
45
|
||
V
|
Kuning pekat
|
Kuning keruh
|
Kuning
kecoklatan
|
(+)
|
VI
|
Biru kehitaman
|
Biru Keunguan
|
Biru Kehitaman
|
(-)
|
VII
|
Kuning kehitaman
|
Kuning kehitaman
|
Coklat Kehitaman
|
(+)
|
Sumber : Data Primer
Praktikum Biokimia Dasar, 2013.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat
dibuktikan bahwa pada tabung kelima
warna akhirnya menjadi kuning kecoklatan, hal ini menandakan bahwa larutan
tersebut bersifat positif karena enzim
bekerja pada suhu optimal setelah tabung dimasukkan
dalam inkubator. Hal ini sesuai dengan pendapat Lehninger (1994) yang menyatakan bahwa pati terhidrolisis menjadi maltosa
oleh ekstrak pankreas karena mengandung enzim lipase, sedangkan pada tabung ke enam larutan akhir berwarna biru kehitaman. Hal
ini menandakan bahwa larutan tersebut bereaksi negativ karena enzim tersebut
rusak oleh senyawa asam yang berupa larutan HCL 0,1 N, Hal ini sesuai dengan pernyataan Srikini (2006) yang
menyatakan bahwa enzim juga sangat terpengaruh oleh pH, dan
perubahan pH dapat mempengaruhi perubahan asam amino kunci pada sisi aktif
enzim sehingga menghalangi sisi aktif bergabung dengan substratnya, pH optimum
yang diperlukan berbeda-beda, tergantung pada jenis
enzimnya. Sedangkan pada tabung ketujuh warna akhirnya menjadi coklat kehitaman, hal ini
menandakan bahwa larutan tersebut bereaksi positif.
Karena enzim dalam pankreas akan rusak apabila terkena suhu tinggi.
3.1.3. Pencernaan
Amilum
Masak
oleh Asam
Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan pada praktikum pencernaan amilum masak oleh asam diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pencernaan Amilum Masak
oleh Asam
Tabung
|
Waktu (menit)
|
Ket
(+/-)
|
||
15
|
30
|
45
|
||
VIII
|
Biru kehitaman
|
Biru kehitaman
|
Biru kehitaman
|
(-)
|
IX
|
Biru kehitaman
|
Biru Kehitaman
|
Biru Kehitaman
|
(-)
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013.
Berdasarkan tabel
tersebut dapat dibuktikan bahwa reaksi pada tabung delapan negative karena berwarna biru
kehitaman, hal tersebut disebabkan karena HCl adalah senyawa asam kuat sehingga
akan cenderung memberikan proton jika dilarutkan dalam air sehingga amilum akan
rusak, hal ini sesuai dengan pendapat dari
Rindit et al (1998) yang
menyatakan bahwa larutan HCL akan menghidrolisis pati melalui proses pemotongan
rantai. Dan pada tabung sembilan
juga reaksi larutan tersebut negative karena amilum tercampur dengan larutan
HCL.
3.2. Pencernaan
Protein
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada praktikum uji pencernaan protein diperoleh hasil
sebagai berikut :
Tabel 4. Percobaan
Pencernaan Protein Putih Telur
Tabung
|
Keadaan Putih
Telur
|
|
30 menit pertama
|
30 menit kedua
|
|
I
|
Sedikit hancur
|
Sedikit hancur
|
II
|
Tidak hancur
|
Sedikit hancur
|
III
|
Sedikit hancur
|
Sedikit hancur
|
IV
|
Tidak hancur
|
Tidak hancur
|
V
|
Sedikit hancur
|
Sedikit hancur
|
VI
|
Sedikit hancur
|
Sedikit hancur
|
Sumber : Data
Primer Praktikum Biokimia Dasar, 2013.
Berdasarkan hasil praktikum di peroleh hasil bahwa potongan gumpalan putih
telur yang telah di beri beberapa larutan di antaranya pepsin, ekstraks
pankreas, larutan asam, lauratan basa dan air ada yang mengalami kerusakan yang
besar dan ada yang tidak mengalami kerusakan.
Pada tabung pertama, gumpalan putih telur sedikit rusak karena dicampur
dengan larutan pepsin yang rusak oleh larutan asam berupa HCl 0,1 N dan efek
dari di simpan dalam inkubator yang memiliki suhu 37ºC. Karena gumpalan putih
telur yang merupakan protein akan rusak oleh beberapa faktor seperti asam,
basa, suhu, dan sebagainya. Sesuai dengan pendapat Iswari dan Yuniastuti (2006)
yang menyatakan bahwa protein memiliki struktur yang tidak stabil terhadap
beberapa faktor seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik
(alkohol dan asetat) serta detergen.
Pada tabung kedua, gumpalan putih telur tidak hancur pada inkubasi pertama
dan sedikit hancur pada inkubasi kedua. Hal ini disebabkan oleh tercampurnya
pepsin dengan air. Protein akan hancur apabila ada campuran dengan larutan
penghidrolisis protein, antara lain dengan enzim proteolitik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa hidrolisis protein dapat
dilaksanakan dengan larutan asam mineral encer, basa encer atau enzim
proteolitik.
Pada tabung ketiga, hampir sama dengan tabung pertama. Gumpalan putih telur
yang dicampur dengan larutan pepsin dan larutan HCl 0,45% mengalami kerusakan.
Karena protein akan hancur apabila di campur dengan enzim proteolitik dan larutan
asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Iswari dan Yuniastuti (2006) yang
menyatakan bahwa protein memiliki struktur yang tidak stabil terhadap beberapa
faktor seperti pH, radiasi, temperatur, medium pelarut organik serta detergen.
Pada tabung keempat, hampir sama dengan tabung kedua. Gumpalan putih telur
pada inkubasi pertama dan inkubasi kedua tidak mengalami kerusakan tetapi
disekitar cairan terdapat gumpalan. Pada tabung keempat ini gumpalan putih
telur dicampur dengan ekstrak pankreas dan larutan asam yaitu larutan HCl.
Ekstrak pankreas mengandung enzim proteoase tetapi karena di campur dengan
larutan asam, enzim yang di hasilkan ekstrak pankreas tersebut terhambat
kerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bintang (2010) yang menyatakan bahwa
penghambat kerja enzim yang dikenal sebagai inhibitor enzim bereaksi dengan
enzim secara khusus sehingga mengurangi kemampuan enzim untuk mengubah substrat
menjadi produk.
Pada tabung kelima, gumpalan putih telur mengalami kehancuran pada inkubasi
pertama dan inkubasi kedua. Hal ini disebabkan oleh ekstrak pankreas yang
menghasilkan enzim penghancur protein atau enzim proteolitik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa hidrolisis protein dapat
dilaksanakan dengan larutan asam mineral encer, basa encer atau enzim
proteolitik.
Pankreas menghasilkan 3 enzim, yaitu lipase, amilase, dan proteolase. Pada
tabung keenam ditambahkan ektraks pankreas yang otomatis protein yang terdapat
dalam tabung ini akan mengalami hidrolisis karena adanya enzim pemecah protein.
Tetapi akan terjadi penghambatan kerja pada enzim apabila terdapat inhibitor.
Seperti pada tabung ini ditambahkan larutan basa. Sesuai dengan pendapat
Bintang (2010) yang menyatakan bahwa penghambat kerja enzim yang dikenal
sebagai inhibitor enzim bereaksi dengan enzim secara khusus sehingga mengurangi
kemampuan enzim untuk mengubah substrat menjadi produk.
Dalam praktikum hampir semua percobaan pada tabung reaksi mengalami
kerusakan pada protein dengan wujud hancurnya gumpalan putih telur akibat
ditambahkannya larutan asam, larutan basa, dan indikator lainnya. Sesuai dengan
pendapat Sumardjo (2008) yang menyatakan bahwa penambahan asam atau basa pada
kondisi ekstrem ke dalam larutan protein tidak hanya merusak ikatan garam,
tetapi juga memutus ikatan-ikatan peptida yang terdapat dalam molekuk protein
tersebut.
3.3. Pencernaan Lemak
Pada
Praktikum Biokimia Dasar mengenai Pencernaan Lemak menghasilkan data sebagai
berikut:
Tabel 5. Percobaan Pencernaan
Lemak
Tabung
|
Jumlah NaOH (tetes)
|
I
|
2
|
II
|
3
|
III
|
1
|
Sumber : Data Primer Praktikum Biokimia
Dasar, 2013.
Hasil
dari Praktikum Biokimia mengenai Pencernaan Lemak yaitu suatu pencernaan lemak
dapat terjadi apabila lemak dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ketaren (2008) yang menyatakan bahwa dalam reaksi
hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol.
Pada tabung pertama
yang berisi 10 tetes minyak goreng dan 5 tetes ekstrak pankreas, yang telah
ditambahkan 5 tetes fenolptalein ternyata membutuhkan jumlah NaOH lebih banyak
dari tabung ketiga, karena pada ekstrak pankreas terdapat 3 enzim yang
dihasilkan yaitu enzim amilase, proteolase dan lipase. Enzim yang berperan
dalam hal ini adalah enzim lipase yang berfungsi mengubah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alamsyah (2006) yang
menyatakan bahwa enzim lipase dapat menghidrolisis trigliserida menjadi
gliserol dan asam lemak bebas. Yang memang pada dasarnya semakin banyak asam
lemak yang dibebaskan, maka semakin banyak larutan NaOH yang dibutuhkan untuk
menetralisir. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alamsyah (2006) yang menyatakan
bahwa untuk menetralkan minyak digunakan zat penetral alkali seperti kaustik
soda, NaOH, atau KOH. Sama halnya pada tabung pertama, tabung kedua membutuhkan
jumlah NaOH yang paling banyak karena dalam tabung kedua ditambahkan lagi
cairan empedu yang didalamnya terkandung garam empedu yang berperan dalam
emulsi lemak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hawab (2003) yang menyatakan
bahwa salah satu fungsi dari garam empedu adalah sebagai pengemulsi lipid.
Pada tabung ketiga,
larutan NaOH yang dibutuhkan ternyata hanya satu tetes karena memang kembali
pada pembahasan
awal bahwa pencernaan lemak terjadi apabila lemak dihidrolisis menjadi asam
lemak dan gliserol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alamsyah (2006) yang
menyatakan bahwa dengan adanya air pencernaan lemak lebih cepat terjadi dan
lemak dapat dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.
3.4. Kadar Asam
Total Susu dan Tape
3.4.1. Percobaan
Kadar Asam Laktat Susu Segar
Pada Praktikum Biokimia Dasar ini mengenai percobaan
kadar asam laktat susu segar menghasilkan data sebagai berikut :
Tabel 6. Percobaan Kadar Asam Laktat Susu Segar
Titrasi
|
Volume NaOH (ml)
|
I
|
1,9
|
II
|
1,8
|
Rata-rata
|
1,85
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Biokimia
Dasar,
2013.
Dari
hasil pengamatan,
didapatkan bahwa titrasi yang dilakukan pada percobaan asam laktat sebanyak dua
kali pada sampel susu menunjukkan jumlah NaOH 1,9 ml pada titrasi yang pertama
dan
1,8 ml pada
titrasi yang ke dua yang jika dirata-rata menjadi 1,85 ml dan mendapatkan kadar asam laktat 0,1357 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Legowo, et
al., (2009) yang menyatakan bahwa nilai
keasaman susu normal adalah berkisar antara 13-20 mmol perliter, nilai ini setara dengan total asam
(dihitung sebagai asam laktat) sebesar 0,135-0,175% dengan nlai rata-rata
0,15%. Penentuan
persen keasaman setara asam laktat didasarkan oleh kerusakan mikrobiologi, sehingga menyebabkan susu menjadi asam. Keasaman susu segar sekitar 0,18-0,24% dihitung
sebagai persen setara asam laktat. Jadi, susu
segar itu tingkat keasamannya normal.
3.4.2. Percobaan
Kadar Asam Laktat Yoghurt
Pada Praktikum Biokimia Dasar ini mengenai percobaan
kadar asam laktat yoghurt
menghasilkan data sebagai berikut :
Tabel 7. Percobaan Kadar Asam Laktat Yoghurt
Titrasi
|
Volume NaOH (ml)
|
I
|
0,9
|
II
|
0,8
|
Rata-rata
|
0,85
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Biokimia
Dasar,
2013.
Dari hasil pegamatan,
didapatkan bahwa titrasi yang dilakukan pada percobaan asam laktat sebanyak dua
kali pada sampel yogurt yang sudah di encerkan dengan aquades menunjukkan
jumlah NaOH 0,9 ml pada titrasi yang pertama dan 0,8 pada titrasi yang ke dua
yang jika dirata-rata menjadi 0,85
ml. Kadar asam laktat yang telah dihitung adalah sebesar 0,5868 %. Itu
menunjukkan
bahwa kadar asam laktat pada youghurt lebih banyak dari susu segar, penyebabnya adalah fermentasi laktosa
oleh bakteri yang cukup banyak karena susu asam disimpan selama 24 jam dalam
suhu kamar, sehingga memberikan cukup waktu bagi mikroba untuk merubah laktosa
menjadi asam laktat. Hal ini sesuai dengan pendapat Michael (1998) yang menyatakan bahwa apabila dibiarkan pada
kondisi yang memungkinkan pertumbuhan bakteri, susu mentah dengan mutu
kesehatan yang baik akan bertambahnya kadar asam laktatnya. Perubahan ini
terutama disebabkan karena fermentasi oleh Streptococcus lactis
dan Lactobasillus
bulgaris.
3.4.3. Percobaan
Kadar Asam Asetat Tape
Pada Praktikum Biokimia Dasar ini mengenani Percobaan
kadar asam asetat tape
menghasilkan data sebagai berikut :
Tabel 8. Percobaan Kadar Asam Asetat Tape
Titrasi
|
Volume NaOH (ml)
|
I
|
0,7
|
II
|
0,6
|
Rata-rata
|
0,65
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Biokimia
Dasar,
2013.
Dari hasil pegamatan, didapatkan bahwa titrasi yang
dilakukan pada percobaan asam asetat
sebanyak
dua kali pada sampel tape yang sudah di encerkan dengan aquades menunjukkan
jumlah NaOH 0,7 ml pada titrasi yang pertama dan 0,6 ml pada titrasi yang ke dua yang jika
dirata-rata menjadi 0,65
ml dan menghasilkan kadar asam asetat sebesar 0,127 %. Ubi
kayu dapat difermentasikan oleh mikrobia amilolitik menjadi tape. Mikroba
tersebut menghasilkan enzim amiliolotik yang dapat memecah pati menjadi
dekskrin, maltotrosa, maltosa, dan glukosa dan melalui jalur glikolisis yang
mengeluarkan hasil samping berupa alkohol. Bantuan enzim, alkohol dapat
mengeluarkan hasil samping berupa asam asetat. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hidayat, et.al (2006) yang menyatakan bahwa pada fermentasi tape terjadi
perubahan biokimia yaitu perubahan pati menjadi glukosa dan maltosa, serta
perubahan gula menjadi alkohol dan asam organik. Glukosa dimanfaatkan oleh
mikrobia untuk pertumbuhan dengan mengeluarkan hasil sampingan berupa alkohol.
Alkohol dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh bakteri pembentuk asam asetat
untuk pertumbuhan dengan mengeluarkan hasil sampingan berupa asam asetat
3.4.4. Percobaan
Kadar Asam Asetat Ubi kayu
Pada Praktikum Biokimia Dasar ini mengenani Percobaan
kadar asam asetat ubi kayu rebus
menghasilkan data sebagai berikut :
Tabel 9. Percobaan Kadar Asam Asetat Ubi kayu
Titrasi
|
Volume NaOH (ml)
|
I
|
0,7
|
II
|
0,7
|
Rata-rata
|
0,7
|
Sumber:
Data Primer Praktikum Biokimia
Dasar,
2013.
Dari hasil pegamatan,
didapatkan bahwa titrasi yang dilakukan pada percobaan asam asetat sebanyak dua kali pada sampel ubi
kayu rebus yang
sudah di encerkan dengan aquades menunjukkan jumlah NaOH 0,7 ml pada titrasi
yang pertama dan 0,7 ml pada
titrasi yang ke dua yang jika dirata-rata menjadi 0,7 ml dan menghasilkan kadar asam asetat sebesar 0,137 %.
Ini menunjukkan bahwa pada ubi kayu rebus
memiliki kandungan asam yang sedikit. Ubi kayu mengandung
karbohidrat dimana zat ini memiliki potensi berubah menjadi asam asetat. Hasil yang didapatkan adalah rasa
yang manis. Hal ini sesuai dengan pendapat Hidayat, et.al (2006) yang
menyatakan bahwa hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltose akan memberikan rasa manis serta
perubahan gula menjadi alkohol dan asam organik.
BAB
IV
SIMPULAN
DAN SARAN
4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum
dapat disimpulkan bahwa pencernaan karbohidrat secara enzimatis terjadi sejak
makanan masuk kedalam mulut. Didalam mulut terdapat enzim amilase/ptyalin yang
mencerna karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Larutan yang bereaksi positif ditandai dengan warna
kuning atau kuning kecoklatan dan reaksi negative ditandai dengan warna kehitaman. Itu semua dikarenakan
adanya faktor-faktor denaturasi yaitu berupa karena
suhu, asam maupun basa yang tidak sesuai dengan kadarnya. Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa
protein akan rusak oleh beberapa faktor, antara lain faktor suhu, temperatur,
pH, radiasi, medium pelarut organik (alkohol dan asetat) serta detergen.
Enzim-enzim pemecah protein juga akan tidak bekerja jika adanya inhibitor enzim
yang menghambat kerja dari enzim tersebut. Berdasarkan hasil praktikum
pencernaan lemak dapat disimpulkan bahwa semakin banyak asam lemak yang
dibebaskan maka semakin banyak pula larutan NaOH yang dibutuhkan untuk
menetralisir. Dengan bantuan air pencernaan lemak akan terjadi dengan jalan
dihidrolisis menjadi asam lemak dan gliserol. Susu dan yoghurt memiliki kadar asam
laktat yang merupakan hasil pemecahan dari karbohidrat, biasanya dibantu oleh
golongan mikroba. Tape dan ubi kayu memiliki kadar asam asetat yang dihasilkan
oleh fermentasi mikroba-mikroba.
4.2. Saran
Saran
yang dapat diberikan ialah praktikan lebih berhati-hati dalam pengambilan
larutan kimia serta melakukan praktikum lebih teliti agar mendapatkan hasil
yang valid dan tidak terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan seperti kerusakan pada alat praktikum dan sebagainya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alamsyah,A.N.,
2006. Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit.
Bogor:
PT AgroMedia Pustaka.
Bintang, Maria.2010.Biokimia Teknik
Penelitian . Jakarta:
Erlangga.
Hawab,H.M., 2003. PENGANTAR BIOKIMIA.
Malang: Bayumedia Publishing.
Iswari, S. R.Yuniastuti,
A.2006.Biokimia. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi
MINYAK DAN LEMAK PANGAN.
Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Legowo, A. M., Kusrahayu., dan Sri, M. 2009. Ilmu
Teknologi Susu. Jawa Tengah: BP Undip Semarang.
Hidayat, N., Padaga, M. C. Dan Uhartini, S.,2006.
Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Lehninger, Albert. 1994.Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Soeparno., Rihastuti, R. A.,
Indratiningsih., dan Suharjono, T. 2011. Dasar
Teknologi Hasil Ternak.
Yogyakarta:
Gajah Mada Universitas Press.
Srikini.
2006. Biologi Metabolisme. Jakarta: Erlangga.
Suhardjo dan kusharto. 1992. Prinsip-prinsip ilmu gizi. Jakarta: penerbit kanisius.
Sumardjo, D. 2006. Pengantar
Kimia.Jakarta: Buku
Kedokteran ECG.
Williamson,K.L &
L.F.Fieser. (1992). Organic Experiment 7th Edition. D C
Health ang Company. Yogyakarta: United States of America.
Rindit,
pambaylun, dkk, 1998. laporan
penelitian : mempelajari hidrolisis pati
dengan enzim amylase. Palembang: Fakultas pertanian UNSRI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar